PRABUMULIH, Warta Reformasi- Dalam keberhasilan Unit pidana khusus (Pidsus) satuan reserse kriminal Polres Prabumulih mengungkap dan menyelesaikan kasus pengelolaan oli bekas atau limbah B3 yang diduga tanpa memiliki izin tersebut, ternyata berbuntut cukup panjang.
Jajaran Pidsus Polres Prabumulih yang telah menyerahkan kasus baik tersangka dan barang bukti oli bekas ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Prabumulih, justru dituntut prapradilan oleh tersangka Aspihan Mahan bahkan kasus telah berjalan di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Prabumulih.
Dalam keterangannya pada awak media, Kamis (11/04/19), Kuasa hukum Aspihan Mahan yakni A Fitriansyah SH ketika dibincangi disela-sela skorsing sidang mengatakan, pihaknya memasukkan berkas Praperadilan langsung ditujukan kepada termohon Pemerintah Republik Indonesia (RI)/Kepolisian RI/Kepolisian Sumsel/Kepala Resort Polres Prabumulih atas kasus yang menimpa kliennya tersebut.
“Klien kami merupakan Direktur PT Bagindo Maha Prabu dan sudah ditetapkan tersangka, pada 2 April kami memasukkan berkas Praperadilan langsung ditujukan kepada termohon dan kemarin kuasa hukumnya hanya melampirkan surat laporan kerja,” katanya.
Dikatakan Fitriansyah, dasar gugatan pihaknya yakni terkait ke penahanan kliennya dan kemudian berkembang ke masalah penetapan tersangka, dimana semestinya harus mempunyai 2 alat bukti sedangkan kliennya menyangkut perizinan yang dianggap tidak ada izin.
“Padahal mengenai perizinan klien kami sudah mengajukan permohonan terhitung dari 22 Agustus 2017, dalam hal ini PT Bagindo Mahaprabu juga sudah mengajukan permohonan kepada DLH (Dinas Lingkungan Hidup) dan Pemkot tapi dalam proses dan terus diupayakan supaya keluar,” katanya.
Sementara pihak Polres menurut Fiyriansyah menyasar kliennya dengan adanya indikasi penyalahgunaan limbah tanpa izin, untuk itu pihaknya melaporkan Praperadilan tanggal 2 April dan penetapan tahap 2 dilakukan pada Senin (8/4/2019) terkesan dipaksakan dan kliennya tersebut dilimpahkan pukul 06.00 pagi dijemput dari rumah dan langsung ditahan.
“Kami menilai kasus ini naik sedikit dipaksakan dan kami juga menilai dalam hal penyitaan juga ditemukan sedikit kejanggalan terlepas itu adalah hak penyidik. Untuk itu kami menginginkan keadilan dalam kasus ini,” bebernya.
Lebih lanjut pengacara tersebut menerangkan, semestinya pemerintah dalam hal usaha dilakukan kliennya harusnya bersyukur karena bisa mengambil limbah oli bekas untuk dimanfaatkan dan dijual kembali. “Ini kan sifatnya mereka mencari sendiri kesalahan kita. Intinya kita pengen dibebaskan praperadilan karena tidak sesuai dengan hukum dan alat bukti tidak cukup,” tegasnya.
Fitriansyah juga menuturkan, akibat permasalahan tersebut kliennya menderita kerugian materi dan immateri berupa mobil, genset, alat sedot oli dan dan lain disita jadi kerugian 1 hari mencapai Rp 2 juta sampai sekarang sekitar Rp 45 juta merugi terlebih banyak karyawan yang kehilangan pekerjaan.
“Nah,jadi kita selain minta dibebaskan, juga agar barang yang disita supaya dikembalikan supaya bisa bekerja lagi. Banyak kerugian akibat permasalahan ini,” tuturnya.
Sementara Kasatres Polres Prabumulih, AKP Abdul Rahman yang turut hadir dalam sidang tersebut mengaku sidang Praperadilan merupakan suatu hal biasa.
“Itu hak tersangka dan semua yang dilakukan pihaknya mulai dari proses penyidikan hingga penetapan tersangka serta pelimpahan telah sesuai dengan prosedur yang ada. Untuk kasus ini memang tersangka tidak ada izin dalam menjalankan usaha apalagi itu sudah berjalan sejak tahun 2006, limbah B3 ini tidak boleh digunakan apalagi di lingkungan tempat tinggal,” ujarnya.**@(JNq/Red)