Oleh : Taufik Rahmansyah, S.H.
Advokat Perbankan,Advokat IPWL FNPN Fokan BNN, Anggota GAPENTA (Gerakan nasional peduli anti narkoba tawuran dan anarkis)
Pangkal Pinang, Warta Reformasi – Isu Rush Money pernah mengemuka beberapa waktu yang lalu. Dalam dunia perbankan Rush Money adalah penarikan dana bank oleh pihak ketiga atau masyarakat secara masal. Sebagaimana kita pahami bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No.07 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Secara teoritis tindakan menarik uang secara besar-besaran pada jangka waktu pendek memang dapat mengguncang Bank, sebab, bank pada umumnya hanya memiliki cadangan uang pada jumlah terbatas, alhasil jika hal ini terjadi, maka akan ada gangguan likuiditas yang dialami bank dan secara tidak langsung turut mempengaruhi perekonomian dengan kata lain apabila terjadi Rush Money pada sebuah bank, maka Dana Pihak Ketiga (DPK) sebuah bank akan terjun bebas. Bagaimana bila saat terjadi Rush sebagian besar capital yang dihimpun bank sudah disalurkan untuk pembiayaan ? itu berarti Cash on hand yang tersedia dari bank bisa sangat tidak memadai untuk mengantisipasi rush tersebut.
Kondisi bank yang seperti itu, di mana bank tidak memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar kepada nasabah yang menarik dananya. Maka biasanya bank akan melakukan langkah penyelamatan dengan meminjam dana dari bank lain, maka akan menyebabkan kemungkinan fatal sistemik perbankan. Bila bank tidak bisa membayar kewajibannya ke nasabah maka bisa disita asset-asetnya. Kejadian ini akan mengharuskan Bank Indonesia (BI) turun tangan memberikan bantuan likuiditas.
Berangkat dari sangat berbahayanya prilaku Rush Money terhadap kesehatan Bank yang tidak kalah pentingnya adalah dampak terbesar terjadinya Rush Money yaitu dapat mengguncang perekonomian. Masih segar dalam ingatan kita kejadian krisis pada tahun 1998 dan 2008 yang mengakibatkan terjadinya guncangan ekonomi dan banyak masyarakat melakukan Rush karena salah satunya disebabkan oleh ketidakpercayaan Masyarakat pada sistem pemerintahan. Rush bukan hanya mempengaruhi sektor ekonomi dan merusak perbankan akan tetapi juga masyarakat akan menderita terlebih lagi adalah maryarakat kecil dan masyarakat miskin.
Pemerintah sangat konsen sekali mencegah serta menangani pelaku penyebar dan penganjur untuk melakukan Rush Money atau orang yang menganjurkan untuk melakukan Rush money. Bagi penyebar menghasut, memberikan propaganda dan memanipulasi masyarakat dan menyampaikan berita hoax dan/atau tidak benar agar masyarakat beramai-ramai menarik uang dapat dikenakan Pasal 28 Undang-undang 19 Tahun 2016 merujuk Pasal 45a seseorang dapat dituntut 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 Miliar.
Dan pola ini pun pernah dilakukan polisi ketika menangkap penyebar ajakan Rush Money pada tahun 2016 lalu. Saat ini pelaku dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan dituntut 5 tahun penjara.
Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa :
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Selain pelaku penyebar dan atau pembuat isu dan penganjur untuk melakukan Rush Money, pelaku juga bisa dijerat dengan KUHP. Dalam presfekrif KUHP, pelaku penyebar, Pembuat dan atau penganjur untuk melakukan Rush Money sudah melakukan dan atau menyebarkan kebencian kepada masyarakat sehingga membuat masyarakat terpengaruh dengan isu yang disebarkan kemudian beramai-ramai untuk melakukan penarikan tabungan dan/atau deposito yang ada di Bank. Pelaku bisa dikenakan Pasal 156 Kitab undang-undang hukum Pidana (KUHP).
Unsur kuncinya ada dalam Pasal 156 KUHP pelaku ada niat menimbulkan rasa permusuhan, kebencian, penghinaan dan ketidakpercayaan terhadap satu atau beberapa golongan dan atau kepada perbankan dalam hal penyebaran isu Rush Money. Apabila terbukti sesorang tersebut telah melakukan tindakan sebagaimana dimaksud Pasal 156 KUHP, maka dapat dikenakan hukuman Penjara maksimal 4 tahun atau denda paling banyak Rp. 4.500.**@