Palembang, Warta Reformasi_ Pasca Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang, Syarifudin. Kantor KPU Kota Palembang sepi penghuni dan seluruh ruangan Komisioner pun terkunci.Hal itu terlihat dari pantauan wartawan wartareformasi.com saat ingin mengkonfirmasi mengenai hal tersebut, Kamis (09/08/2018).
Selain itu, sanksi keras juga diberikan kepada anggota KPU Kota Palembang seperti yakni Abdul Karim Nasution, Devi Yulianti dan Firamon Syakti berupa peringatan keras dari DKPP.
Mengenai hal tersebut, Syarifudin tidak bisa diminta keterangan, pada saat di hubungi via telepon dan via Whatsaap tak di gubrisnya.
Sementara, Ketua KPU Sumsel, Aspahani, menyatakan pihaknya belum menerima salinan putusan DKPP terkait pemberhentian Ketua KPU Palembang dan komisioner lainnya. Hanya saja pihaknya sudah mendapat informasi.
“Sanksi yang diberikan kepada Ketua KPU Palembang dibacakan pada Rabu (8/8), Ketua KPU Kota Palembang mendapat peringatan keras bahkan mengalami pemecatan, keputusan ini langsung diberlakukan hanya saja secara Administrasi perlu ada surat pemberhentian” katanya saat dihubungi via telepon.
Sebelumnya, pada hari Rabu (08/08/2018) Pemberian sanksi dan peringatan keras tersebut tertuang dalam putusan nomor : 118/DKPP-PKE-VII/2018 dan dapat diakses di website dkpp.go.id.
Sidang diputuskan Harjono selaku Ketua beranggotakan Muhammad, Teguh Prasetyo, Alfitra Salamm, Ida Budhiati, Hasyim Asy’ari, dan Fritz Edward Siregar. “Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian tetap dari jabatan Ketua KPU Kota Palembang kepada Teradu I Syarifuddin selaku Ketua KPU Kota Palembang sejak dibacakannya putusan ini,” kata Harjono.
Sekaligus memerintahkan kelima komisioner KPU Palembang untuk segera melakukan rapat pleno untuk menentukan Ketua KPU Palembang.
Diketahui, duduk perkara dalam putusan yang ditandatangani oleh lima pimpinan DKPP tersebut, Pengadu (M. Taufik sebagai Ketua Panwaslu Kota Palembang), mengadukan bahwa apa yang dilakukan KPU Kota Palembang dengan tidak menggunakan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) dalam Pleno Rekapitulasi di tingkat PPS dan PPK secara berjenjang tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2017. Dengan kata lain, KPU Kota Palembang diduga telah melanggar kode etik. Itu karena dalam melakukan pemutakhiran data pemilih tidak berlandaskan pada prinsip penyelenggaraan pemilihan umum yaitu berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, efektif, efisien, dan mengedepankan kepentingan umum.
Meskipun petugas PPS, PPK dan operator Sidalih telah berupaya melakukan penghapusan namun hingga batas akhir rekapitulasi data pemilih pada 19 April 2018 di KPU Kota Palembang, data pemilih TMS dan ganda tersebut masih tersisa hingga jumlah DPT yang ditetapkan jauh lebih tinggi dari jumlah DPS yaitu 1.244.716 pemiilh. Kondisi ini berdampak terjadi penambahan 145.521 pemilih dari DPS, namun telah diperbaiki dan terakhir jumlah DPT Kota Palembang 1.107.177 Pemilih.**@AS