Palembang, Warta Reformasi-Banyak warga yang menggantungkan nasibnya dalam mencari nafkah melalui angkutan batu bara mengeluhkan tentang aturan yang melarang melalui jalan umum.
Hal itu diungkapkan oleh H Chairul S Matdiah sebagai lawyer non aktif saat ditemui oleh para awak media di ruangannya, Kamis, (29/11/2018).
“Banyak warga yang menelpon saya, meminta bantuan agar ada solusi bagi mereka pekerja angkutan batu bara yang tak bisa lagi melewati jalan umum, saya merasa iba terhadap nasib mereka,” ungkapnya.
Menurut Chairul, larangan jalan lintas kabupaten dan kota bagi kegiatan angkutan batubara dan mewajibkan untuk menggunakan jalan khusus itu dalam Perda Sumsel dan Pergub Sumsel bertentangan dengan UU Jalan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, jalan lintas kabupaten dan kota yang dipergunakan untuk kegiatan angkutan batubara di Sumsel adalah jalan lintas Sumatera yang merupakan jalan nasional yang menghubungkan antar ibu kota provinsi.
“Sesuai dengan pasal 14 UU Jalan, yang berwenang untuk menyelenggarakan jalan nasional meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan adalah pemerintah pusat. Dengan demikian, Perda Sumsel dan Pergub Sumsel bertentangan dengan UU Jalan,” ujarnya.
Bahkan, Chairul mengatakan, ketentuan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel bertentengan dengan UU Jalan. Karena pada UU Minerba pasal 91 mengatur bahwa sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum, dsat dimanfaatlan oleh para pemegang IUP dan IUPK untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, UU Lalu Lintas pasal 19 ayat 2 hanya mengatur MTS untuk setiap klas jalan dan tidak mengatur jumlah sumbu mobil angkutan batubara.
“Sesuai asas hukum lex superior derogat legi ingerior, Artiny peraturan yang lebih tinggi mengesempurnakan peraturan yang lebih rendah, yang memiliki pengaturan yang bertentangan. Atau dengan kata lain, pengaturan dalam Perda Sumsel dan Pergub Sumsel harus dikesampingkan dan tidak dapat diterapkan,” terangnya.
Chairul menjelaskan, dampak dari pelaksanaan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel yang bertentangab dengan UU Jalan, UU Lalu Lintas dan UU Minerba yakni terdapat dugaab tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo UU 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pudana korupsi (UU Tipikor) yang berbunyi.
“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pudana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” ujarnya.
“Dimana unsur pasal 2 ayat 1 terpenuhi, dengan pemberlakuab Perda Sumsel dan Pergub Sumsel maka mempengaruhi enjualan batubara, yang mengakibatkan antara lain hilangnya pendapatan negara dari sektor penerimaaan negara bukan pajak berupa royalti(iuran produksi),” tambahnya.
Masih Menurut Chairul, pada pasal 122 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan pada intinya mengatur bahwa jalan khusus dapat digunakan untuk lalu lintas umum berdasarkan persetujuan dari penyelenggara jalan khusus.
Pada prinsipnya, penyelenggara jalan khusus dapat memberikan persetujuan kepada pihak lain yang akan menggunajan jalan khusus didasarkan pada pembayaran oleh pihak yang akan menggunajan jalan khusus kepada penyelenggara jalan khusus.
Sehingga terjadi perubahan fungsi jalan dari jalan khusus menjadi jalan umum.
Perubahan tersebut memiliki sifat dan fungsi yang sebenarnya sama dengan sifat dan fungsi dari jalan tol dimana pengguna membayar kepada penyelenggara jalan tol. Artinya dengan memberlakukan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel telah terjadi penyelundupan hukum dengan memungkinkan penyelenggara jalan khusus untuk menerima manfaat seolah -olah sebagai penyelenggara jalan tol tanpa harus memiliki izin sesuai ketentuan berlaku.
Maka dari itu, lanjunya, dengan diberlakukannya Perda Sumsel dan Pergub Sumsel, akan memiliki dampak terhadap penyediaan batubara nasional, dimana tambang-tambang batubara di Sumsel sebagai pemasok kebutuhan batubara nasional tidak dapat menjalankan pengangkutan sebagaimana mestinya karena dilarang untuk menggunakan jalan nasional. Khususnya bagi perushaaan pemasok batubara kepada PLN, dengan dilarangnya pemasok menggunakan jalan nasional maka pasokan batubara akan berkurang dan berdampak terhadap kemampuan pembangkit listrik.
“Selain itu, diberlakukannya Perda Sumsel dan Pergub Sumsel, akan berdampak berkurangnya devisa negara dari pendapatan sektor batubara. Hal ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang pada saat ini sangat memerlukan peningkatan devisa untuk mengatasi gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar US,” tandasnya.**@AS