Muara Enim, Warta Reformasi – Perundingan permasalahan Ganti Rugi bangunan rumah dan lahan milik diduga tidak maksimal, Warga RT. 14 Desa Tegal Rejo Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim, merasa kecewa kepada pihak PT Bukit Asam Tbk, Hal itu dikeluhkan Supidin (52) kepada media ini, Rabu (8/9/2020).
Warga RT. 14 Desa Tegal Rejo yang terkana dampak dari penambangan Batubara yang di lakukan PT Bukit Asam Tbk, berimbas ke masyarakat, salah satunya menyempitnya aliran. “Sungai Kiahan yang tertimbun longsoran pembuangan tanah( Desfosal) sehingga menyebabkan masyarakat sekitar sungai menderita kebanjiran saat hujan, debit air sungai Kiahan meluap dan membanjiri pemukiman penduduk,” ujar Supidin.
Saat terjadi kebanjiran terjadi pada beberapa bulan lalu PLT Bupati Muara Enim, H.Juarsah, S.H., pun sempat turun langsung ke lokasi menyambangi masyarakat terkana musibah banjir tersebut.
Ditambah, Supidin lagi debu dari hasil penambangan Batubara milik PTBA Tbk tersebut, berterbangan ke pemukiman Penduduk bukan hanya Desa Tegal Rejo, Tapi hampir se-kecamatan Lawang Kidul ikut menikmati debu batubara tersebut, hal ini terjadi diduga Karena letak penambangan yang di lakukan PTBA sudah terlalu dekat dengan pemukiman penduduk,” ungkapnya.
Lanjut, salah satu masyarakat RT. 14 Desa Tegal Rejo, Supidin (52) yang rumahnya terkena langsung dampak tambang, lebih parah lagi jarak lokasi tambang dengan rumahnya berkisar kurang lebih 10 meter dari pinggir pelebaran tambang. “masalah ganti rugi ada yang sesuai, tapi kalau menurut aku Peribadi sangat belum sesuai,” katanya.
Harga ganti rugi disini beda – beda, rumah kita bagian belakang dua tingkat pakai dak di hargai sekitar sekitar Rp. 2 juta atau enam ratus per meter berserta tanah, dan yang sudah di ganti terlebih dahulu mencapai 4 juta per meter berserta tanah. ada apa ini,” jelas Supidin.
Berbeda dengan yang dikatakan salah satu warga yang namanya tidak ingin di sebutkan, saat ditanya awak media masalah sungai kiahan mengatakan, saya sudah lama tinggal di sini dulu sungai kiahan ini lebih dari 5 meter luasnya, setelah tambang batu bara meluas mendekati permukiman dan di pinggir sungai kiahan di jadikan tempat pembuangan tanah, sungai ini mengecil ( menyempit) dan tumpukan tanah longsor sehingga membuat aliran sungai keruh dan tidak lancar, akibatnya sudah berapa kali kami disini kebanjiran sampai suatu saat bapak H Juarsah menyambangi kami dalam Susana banjir,” Katanya.
“Bapak bapak bisa lihat sendiri luas sungai itu sekarang sangat sempit dan tanah itu kali hujan masih terus turun ke aliran sungai,” pungkasnya.
Teguh Priyono kepala Desa Tegal Rejo kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muaraenim, saat di sambangi media di kediamannya mengatakan, kalau masalah ganti rugi rumah warga yang terkena dampak langsung dari tambang Batubara, pertama Tama pendataan nama dan rumah maupun lahan yang terkena dampak banjir, sesudah didata pihak PTBA mengajak tim kunsultan untuk mengukur harga nominal bangunan maupun tanah,” kata teguh Priyono.
Jadi pihak pemerintah desa hanya membantu masyarakat untuk negoisasi karena harga sudah di tentukan oleh pihak PTBA. Memang nilai bangunan rumah berbeda beda mengacu ke luas lahan dan luasnya bangunan, memang ada berapa warga yang sudah di ganti rugi, dan Mash ada juga yang belum Karana menurut mereka nilai ganti rugi yang di tawarkan pihak PTBA masih belum setimpal dengan bangunan milik mereka.
” Dari 42 bangunan rumah dan lahan kosong yang akan di ganti pihak PTBA, Sekitar 25 sudah menyepakati harga ganti rugi dan sekitar 7 rumah yang baru di bayar, yang lainya masih melengkapi administrasi,” Tambah teguh.
Kami harap mohon ditinjau ulang Apakah memang benar nilai jual rumah mereka yang tidak sesuai dengan nilai harga NJOP karena kondisi bangunan, mungkin rumah mereka nilai jualnya lebih tinggi,” Harap Teguh
Iko Gusman selaku manejer Humas PTBA saat di kompirmasi media pada 8 Agustus 2020 Via WhatsApp mengatakan, Sungai kiahan lebar penampang tetap 5 meter.
Yang lebih kecil itu sudetan sungai yg dibuat PTBA, gunanya nanti ketika debit sungai besar maka akan mengalihkan sebagian debit sungai ke sodetan tsb sehingga tidak menyebabkan banjir.
Maksdunyo penampang atasnyo tetap 5 meter, dan gak sampe menjadi 1 meter penyempitannya.” atau dak usah ditulis bae yang 5 meternyo tadi (Atau gak usah ditulis aja yang 5 meternya tadi Mas Rudi,” Kata Iko Gusman.
Untuk pohon rengas yang dilakukan pencabutan atau penebangan, adalah dalam rangka untuk kegiatan perapihan lahan menggunakan alat berat. Yang dilakukan pencabutan atau penebangan itu adalah pohon rengas yang berada di lahan PTBA atau pohon milik warga dengan seizin warga yang memiliki pohon rengas tersebut.
Lanjutnya, menilai lahan dan bangunan mengacu pada NJOP dan kondisi aktual di lapangan,” Jelas Iko Gusman.**@Mang Awek